Desa Trunyan: Misteri Keindahan dan Tradisi Unik di Tepi Danau Batur
Desa Trunyan. Bali selalu punya cara memikat siapa pun yang menjejakkan kaki di pulau ini. Tapi di balik gemerlap pantai Kuta dan elegannya Ubud, tersembunyi sebuah desa kuno yang menawarkan pengalaman berbeda—sebuah tempat di mana keindahan alam berpadu dengan tradisi kematian yang tak biasa. Namanya Desa Trunyan, sebuah perkampungan di tepi timur Danau Batur, yang seolah terjebak di antara dua dunia: yang hidup dan yang telah tiada.
Deskripsi Desa Trunyan
Desa Trunyan adalah salah satu desa Bali Aga—sebutan bagi penduduk asli Bali yang masih memegang teguh tradisi sebelum masuknya pengaruh Hindu Majapahit. Berada di bawah kaki Gunung Abang, di sisi timur Danau Batur, desa ini tampak tenang namun menyimpan cerita yang membuat bulu kuduk berdiri.
Yang membuat Trunyan terkenal adalah cara mereka memperlakukan jenazah. Tak seperti masyarakat Bali pada umumnya yang melakukan upacara ngaben (pembakaran mayat), penduduk Trunyan tidak mengubur atau membakar jenazah. Mereka meletakkan jasad di atas tanah, di bawah pohon besar bernama Taru Menyan—yang dipercaya memiliki aroma wangi alami dan mampu menetralisir bau kematian. Dari situlah nama “Trunyan” berasal: Taru berarti pohon, dan Menyan berarti harum.
Bayangkan, berjalan di antara pepohonan di tepi danau yang tenang, lalu melihat tempat peristirahatan manusia yang dibiarkan terbuka—namun tanpa bau busuk sama sekali. Aneh, mistis, tapi menenangkan dalam cara yang tak bisa dijelaskan.
Lokasi Desa Trunyan
Desa Trunyan terletak di Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Lokasinya berada di sisi timur Danau Batur, dan karena posisinya agak terpencil, satu-satunya cara menuju ke sana adalah melalui jalur air menggunakan perahu. Itulah sebabnya, perjalanan ke Trunyan terasa seperti petualangan menuju dunia lain—menyebrangi danau biru yang dikelilingi pegunungan, hingga sampai di desa yang seakan tak tersentuh waktu.
Lokasi : Google Maps
Daya Tarik Desa Trunyan
1. Tradisi Pemakaman Unik
Daya tarik utama tentu saja adalah “Kuburan Trunyan”—tempat di mana jenazah warga diletakkan di bawah pohon Taru Menyan. Jenazah tidak dikubur atau dibakar, melainkan ditutupi anyaman bambu berbentuk segitiga bernama ancak saji. Di sekitar area pemakaman, pengunjung bisa melihat tengkorak dan tulang-belulang yang ditata rapi sebagai bagian dari adat.
Namun, penting untuk menghormati tempat ini—bukan sekadar tempat wisata, melainkan ruang sakral penuh makna spiritual bagi masyarakat Trunyan.
2. Pohon Taru Menyan yang Mistis
Konon, pohon Taru Menyan hanya tumbuh di desa ini dan memiliki aroma harum alami yang mampu menetralisir bau mayat. Ilmu pengetahuan mungkin belum bisa menjelaskan sepenuhnya, tapi keajaiban itu nyata bagi siapa pun yang datang ke sana.
3. Pesona Danau Batur
Sebelum atau sesudah ke Trunyan, kamu akan disuguhi keindahan Danau Batur yang menenangkan. Kabut tipis, air danau yang memantulkan langit, serta siluet Gunung Batur di kejauhan menciptakan suasana magis yang sulit dilupakan.
4. Kehidupan Masyarakat Bali Aga
Selain ritual kematian, Desa Trunyan juga menarik karena masyarakatnya yang masih mempertahankan sistem adat kuno, bahasa, serta arsitektur rumah tradisional dari batu dan bambu. Kunjungan ke sini terasa seperti menembus waktu—kembali ke masa Bali sebelum modernisasi datang.
Baca Juga : Danau Beratan Bedugul, Harmoni Alam dan Spiritual
Jam Buka dan Waktu Terbaik Berkunjung
Desa Trunyan dibuka untuk wisatawan setiap hari, biasanya mulai pukul 08.00 hingga 17.00 WITA.
Namun, waktu terbaik untuk berkunjung adalah pagi hari, ketika kabut di Danau Batur mulai menipis dan sinar matahari lembut menyinari perahu di permukaan air. Selain suasananya lebih sejuk, kamu juga bisa lebih leluasa menjelajah sebelum wisatawan lain berdatangan.
Harga Tiket Masuk Desa Trunyan
- Tiket masuk desa: sekitar Rp 10.000 – Rp 20.000 per orang.
- Sewa perahu dari Desa Kedisan ke Trunyan: berkisar Rp 400.000 – Rp 600.000 untuk pulang-pergi (kapasitas 5–6 orang per perahu).
Harga bisa berubah tergantung musim dan negosiasi, jadi sebaiknya datang dalam rombongan agar biaya lebih hemat.
Baca Juga : Pura Tanah Lot: Panduan Lengkap Pura Ikonik di Bali
Cara Menuju Desa Trunyan
- Dari Denpasar / Bandara Ngurah Rai:
Naik mobil atau motor menuju Kintamani (sekitar 2–2,5 jam perjalanan).
Tuju Pelabuhan Kedisan, di tepi Danau Batur.
- Dari Kedisan ke Trunyan:
Naik perahu motor selama 30 menit menyeberangi danau.
Sepanjang perjalanan, kamu akan dimanjakan panorama gunung dan air danau yang menakjubkan.
Alternatif lain adalah melalui jalan darat menuju Desa Trunyan, tapi rutenya cukup ekstrem dan jarang digunakan oleh wisatawan.
Wisata Terdekat dari Desa Trunyan
- Gunung Batur & Kawah Batur – tempat trekking favorit untuk melihat sunrise menakjubkan.
- Desa Toya Bungkah – terkenal dengan pemandian air panas alami yang menghadap langsung ke danau.
- Pura Ulun Danu Batur – pura indah yang menjadi pusat spiritual masyarakat Kintamani.
- Museum Geopark Batur – tempat edukatif yang menjelaskan asal-usul kawasan kaldera Batur.
Aktivitas Terdekat yang Bisa Kamu Coba
- Trekking Gunung Batur Sunrise – bangun dini hari dan nikmati matahari terbit di puncak gunung.
- Berendam di Toya Devasya Hot Spring – rasakan air panas alami yang menenangkan otot setelah perjalanan panjang.
- Menikmati kopi Kintamani – cicipi aroma kopi khas dataran tinggi Bali sambil memandang danau.
- Eksplorasi Desa Bali Aga lainnya – seperti Desa Penglipuran atau Tenganan yang punya karakter budaya berbeda.
Baca Juga : Pesona Air Terjun Tegenungan, Permata Alam di Tengah Hijaunya Bali
Kesimpulan: Trunyan, Antara Keheningan dan Keabadian
Desa Trunyan bukan sekadar destinasi wisata, melainkan pelajaran hidup tentang makna kematian, kesederhanaan, dan kedekatan manusia dengan alam. Di sini, batas antara hidup dan mati terasa tipis, tapi damai.
Menjelajah Trunyan bukan hanya tentang memuaskan rasa penasaran, tapi juga mengingatkan kita bahwa setiap tradisi punya kisah, dan setiap kisah layak dihormati.
Jadi, kalau kamu ingin pengalaman yang benar-benar berbeda di Bali—bukan hanya pantai dan resort—Desa Trunyan adalah pintu menuju sisi lain Pulau Dewata: sunyi, sakral, dan memikat dalam kesederhanaannya.






